Sejarah Singkat Dan Proses Penganyaman Topi Bambu

Pada Minggu, 20 Maret 2011. Tim Topi Bambu yaitu Kang Andi dan Kang Agus, akhirnya berkesempatan untuk eksplorasi langsung ke tempat di mana proses kegiatan para pengrajin topi bambu bermula. Kali ini yang menjadi daerah ekspedisi tim Topi Bambu adalah Kp. Ranji, RT. 01/011, Ds. Ranca Buaya, Kec. Jambe, Kab. Tangerang.
Sejarah singkat
Menurut sejarah dari penduduk sekitar. Di sana dahulu pada masa belanda merupakan pusat perdagangan para pengrajin topi Bambu melalui seorang saudagar Topi Bambu bernama Ki Sanaya yang merupakan salah satu anak buah dari Ki Bonteng seorang bangsawan dari etnis china di daerah Tangerang atau biasa di kenal China Benteng.
Adapun jalur perdagangannya sendiri dibawa ke daerah Tasikmalaya. Nah, kemunduran kerajinan Topi Bambu khas Tangerang di daerah ini sendiri terjadi ketika bencana alam saat letusan Gunung Galunggung 1984 (masih dalam proses klarifikasi dengan narasumber) yang mengakibatkan pusat perdagangan Topi Bambu mengalami hambatan. Sehingga beberapa pengrajin beralih profesi dari pengrajin Topi Bambu.
Proses Penganyaman
Berikut photo yang kami dapatkan.











Gambar di Atas di peragakan oleh Ibu Syarna, Ibu Mirah dan Ibu Adni yang merupakan penduduk asli desa Ranca Buaya yang sehari-hari biasa menganyam Topi Bambu.
Menurut Informasi yang kami dapat di daerah Ranca Buaya masih banyak ibu ramah tangga yang memproduksi Topi Bambu, mereka biasanya dalam sehari bisa menghasilkan 5 – 10 anyaman yang umumnya di namakan Loso. Nantinya Loso-loso tersebut di kumpulkan oleh kolektor untuk di bawa ke pusat industri Topi Bambu supaya di proses lagi.
Asumsi kasarnya yang jika dalam satu kepala rumah tangga bisa menghasilkan 10 anyaman Loso maka selama seminggu bisa memproduksi 70 pcs. Harga Loso sendiri berkisar seharga kurang lebih Rp. 2.000,-. Jadi pendapatan dalam seminggu kurang lebih sebesar Rp. 140.000. Lumayan untuk menambah biaya hidup sehari-hari, bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages